ISRA MI’RAJ

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
(QS Al Isra: 1)

Isra’ secara bahasa berasal dari kata ‘saro’ bermakna perjalanan di malam hari. Adapun secara istilah, Isra’ adalah perjalanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Jibril dari Mekkah ke masjidil Aqsha. Mi’raj secara bahasa adalah suatu alat yang dipakai untuk naik. Adapun secara istilah, Mi’raj bermakna tangga khusus yang digunakan oleh  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk naik dari bumi menuju ke atas langit.
Dalam perjalanan Nabi SAW saat mencapai langit, Beliau bertemu dengan beberapa Rasul Allah dari mulai lapis langit pertama hingga ketujuh. Pada lapis langit ketujuh, Nabi SAW melanjutkan perjalanannya ke suatu tempat yang dinamakan Sidratul Muntaha, dimana Nabi Jibril tidak mampu melewatinya dan hanyalah Nabi Muhammad SAW yang mampu melewatinya. Hal inilah yang menunjukkan bahwasanya Nabi SAW adalah makhluk yang sangat mulia di hadapan Allah. Di sidratul muntaha Nabi SAW bertemu langsung dengan Allah SWT. Namun di sini meskipun Nabi SAW mendapat kemuliaan tertinggi, beliau tetaplah menjadi seorang hamba Allah SWT.
Isra Mi’raj terjadi setahun setelah tahun kesedihan Nabi SAW, dimana Nabi SAW kehilangan beberapa orang yang sangat dicintainya yaitu Paman (Abi Thalib) dan istri Nabi SAW (Khadijah). Dapat dikatakan bahwasanya tahun tersebut adalah tahun kesedihan mendalam beliau. Namun dengan adanya peristiwa Isra Mi’raj mengisyaratkan bahwasanya seorang hamba akan mendapat kemuliaan di hadapan Allah SWT saat mampu melewati ujian Allah SWT. Saat seorang hamba tetap mampu berpegang teguh pada agama Allah maka apapun yang menimpa pada dirinya maka ia akan menjalaninya dengan ikhlas dan penuh kesabaran. Karena ia tahu bahwasanya ujian adalah sarana pemuliaan seorang hamba Allah SWT.
Lalu bagaimana dengan perintah shalat? Ya, pada saat peristiwa Isra Mi’raj Nabi SAW mendapat perintah untuk mendirikan shalat. Dikisahkan bahwa perintah shalat pertama turun sebanyak 50 kali dalam sehari, kemudian Nabi SAW meminta keringanan hingga sampailah perintah shalat sebanyak 5 waktu sehari. Mengapa ada proses? Bukankah jika Allah berkehendak maka turunlah perntah shalat sebanyak 5 waktu dalam sehari? Di sinilah Allah menunjukkan kasih sayang Nya kepada hamba-hamba Nya.
Mengapa perintah shalat tidak datang melalui wahyu? Perintah shalat diperintahkan langsung dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, dapat diambil hikmah bahwa barangsiapa yang mempunyai masalah, hubungilah Allah melalui shalat. Shalat adalah pertemuan seorang hamba secara langsung dengan Allah SWT, tanpa melalui malaikat ataupun makhluk lain. Shalatlah dengan khusyu’ dan tenang. Tenang mendatangkan khusyu’ dan khusyu’ itu mendatangkan ketenangan. Tenang dalam membaca Al Fatihah, tenang dalam rukuk, tenang dalam sujud, dan lain sebagainya. Semoga Allah SWT menjadikan kita sebagai hambaNya yang beriman dan bertakwa. Aamiin.

[AMK KMIP]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KMIP: Wadah Berorganisasi dan Menjalin Persaudaraan

Ulang Tahun, Tradisi Jahiliyah

Indahnya Ukhuwah Islamiyah